Jadi begini, kira2 di pertengahan tahun 2017 gw baru
sadar kalo Akta Kelahiran gw ga ada, alias ilang. Fotokopi atau soft file-nya
pun tak ada. Menurut feeling gw, Akta
asli gw kayaknya ilang waktu gw bikin paspor tahun 2015. Maklum waktu itu gw
pake “orang dalem”, jadi ga pake jalur resmi dan dokumen2 yang dibutuhkan untuk
bikin paspor lupa diserahkan ke siapa. ^^
Gw warga Depok, tapi lahir di Jakarta Timur. Untuk minta
Akta baru atau berharap salinannya, gw mengunjungi Sudin dan Pencatatan Sipil
Jakarta Timur di Jalan Cipinang Baru Raya No. 18b, deket Stasiun Kereta
Cipinang. Menurut peraturan yang ada, arsip akta kelahiran di setiap wilayah
akan dikirimkan ke pusat setiap 5 tahun sekali. Baiklah, jadi gw harus ke Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta, berlokasi di Jl. Letjen
S Parman No. 7.
Sebelum ke sana, gw siapkan beberapa dokumen, seperti surat
asli dan fotokopi Kartu Keluarga, KTP, Surat Kelahiran dari kelurahan, Surat
Keterangan Kelahiran dari rumah sakit, dan Surat Keterangan Hilang dari
kepolisian setempat. Sesampainya di sana, gw ditanya oleh satpam di depan
pintu, ada keperluan apa? Setelah gw menjelaskan, gw langsung disuruh ke Lantai
3, bertemu dengan Pak X. Setelah bertemu beliau dan berkonsultasi, serta
bertukar nomor WA, gw dipersilakan pulang, semua salinan dokumen gw serahkan ke
dia, katanya akan dibantu dan segera dihubungi.
Seminggu berselang, ga ada kabar dari Pak X. Akhirnya gw
mencoba menghubungi langsung Pak X melalui WA. Beliau mengatakan Akta gw masih
dicari, dia sampai mengerahkan bawahannya hingga lembur2 untuk cari Akta gw,
hahaha. Logikanya, yang kelahirannya sama kayak gw di Jakarta emang ada berapa
banyak yah, sampe segitu susahnya nyarinya :D Emang sih, Akta gw masih hasil
mesin tik, mungkin waktu itu ga ada soft
file-nya, jadi mesti ngudek2
gudang arsip untuk cari itu Akta. Setiap gw tanya di WA, Pak X selalu menjawab “masih
dicari”.
Sebulan berlalu, gw coba lagi menghubungi Pak X, karena gw ga
enak juga hubungi beliau terus. Jawaban kali ini beda lagi. Beliau minta
dikirimkan kembali dokumen2 yang pernah gw kirimkan, beliau mengatakan cukup
dikirimkan via WA saja. Karena ga mau panjang dengan beliau, jadi gw iyain aja.
Dan berharap Akta gw segera ditemukan. Dua bulan berlalu, Pak X mengabarkan
Akta gw sudah ditemukan! Cuman masih nama yang lama???
Setelah gw lahir, kakek gw langsung bikin Akte di kelurahan
di Jakarta Timur. Waktu itu tahun 90 dan bikin Akta bayar Rp 30.000 loh,
hahaha. Tapi karena pihak keluarga bokap gw ga setuju dengan Nama Depan gw,
akhirnya Nama Depan gw diganti, dan kakek gw datang lagi ke kelurahan untuk bikin Akta baru lagi, waktunya
hanya berselang beberapa hari saja. Nah, dengan Akta baru gw yang udah direvisi
itu, yang gw pake terus hingga saat ini, sebelum hilang. Jawaban dari Pak X
sungguh menohok gw... jadi selama ini
Akta gw yang udah diganti ga pernah ada, atau terdaftar, hahaha. Ga tahu
deh salah di siapa, yang penting gw harus ikutin prosedurnya dengan cara ke
Pengadilan Negeri sesuai domisili. Gw pun dapet Akta cetakan baru dengan
Nama Depan yang lama. Ada keganjilan di situ, karena akta tersebut
dikeluarkan tahun ini (2017), gw berharap semoga ga jadi masalah di kemudian
hari. Untuk dapet Akta yang ini, gw harus bikin lagi Surat Keterangan Hilang,
karena kelamaan surat yang kemarin dah expired
(umumnya umur Surat Keterangan Hilang hanya 14 hari). Diberikan ke Loket 1 di
Disdukcapil Prov DKI Jakarta.
PENGADILAN NEGERI
DEPOK
Sampai di PN Depok, gw konsultasi dulu dengan bagian
administrasi di sana. Ada 2 pilihan Metode Permohonan Perkara Perdata untuk
mengurus Akta Kelahiran yang namanya berbeda dengan identitas dokumen lainnya.
Pertama, Permohonan Pergantian Nama
dan Kedua, Permohonan Penetapan Nama.
Setelah diskusi dan masukan dari pihak admin, gw mengajukan Permohonan
Penetapan Nama. Kenapa begitu, karena gw udah punya semua dokumen identitas
dengan nama baru gw. Jadi Akta ini cuman digunakan pas mau nikah aja. Buat yang
punya anak masih kecil dan namanya beda di identitas, sebaiknya mengajukan
Permohonan Pergantian Nama.
|
Persyaratan Permohonan Penetapan Nama |
Tahapannya:
Untuk surat permohonan versi gw bisa download di sini
- Bayar biaya perkara ke BTN.
- Semua bukti yang difotokopi dileges, leges itu ditempel
materai satu-satu, terus distempel.
- Serahkan semua persyaratan ke bagian administrasi. (18
Oktober)
- Relaas Panggilan (dianter via kurir ke rumah). (20
Oktober)
- Sidang. (26 Oktober)
- Mendengarkan hasil sidang (2 November)
- Mendapatkan salinan hasil sidang. (9 November)
- Menyerahkan salinan hasil sidang ke Disdukcapil Prov DKI
Jakarta, untuk mendapatkan Surat Pengantar. (13 November)
- Menyerahkan Akte asli, salinan hasil sidang, dan Surat
Pengantar ke Disdukcapil Depok. (14 November)
- Seharusnya selesai semua tanggal 21 November. Tapi karena
Kadisnya lagi ke luar kota, mesin printer dan servernya rusak, baru jadi
tanggal 12 Desember.
Hasilnya, dibelakang Akte ada cetakan baru (biasanya disebut
catatan pinggir), yang berisi kesimpulan hasil sidang di Pengadilan Negeri
Depok.
Poin yang perlu
diperhatikan—SAKSI
Persyaratan sidang adalah menghadirkan 2 saksi. Awalnya gw
mengajukan orangtua gw. Bagi gw, mereka adalah saksi yang paling tepat, selain
yang melahirkan gw, mereka juga yang mengurus Akta dan segala dokumen identitas
gw. Pihak administrasi mengatakan, tidak boleh suami-istri menjadi saksi.
Sebaiknya paman, saudara, sepupu, atau tetangga untuk menjadi saksi. Tapi semua
tergantung keputusan Hakim, memperbolehkan atau tidak saksi yang dihadirkan.
Karena gw ga mau repotin orang—apalagi ini jadi saksi persidangan, pasti orang jiper dah kalo denger gitu, atau nyewa
tukang ojeg untuk pura2 jadi paman gw, hahaha, yah gw tetep mengajukan saksi
orangtua gw, ditambah kakak kandung gw juga gw bawa buat cadangan. Untungnya,
Hakim memperbolehkan saksi yang gw ajukan... malah tiga orang yang gw bawa
menjadi saksi semua :D
Poin yang perlu
diperhatikan—PERSIDANGAN
Ternyata persidangannya tidak semenegangkan yang gw
bayangkan. Prosesnya flat dan
terkesan seperti formalitas aja. Hakim hanya membacakan surat permohonan yang
kita tulis dan memastikan keaslian dokumen bukti yang kita ajukan. Paniteranya
juga cuman “iya iya” aja. Tidak ada pertanyaan yang sulit untuk saksi, hanya “Anda
mengenal pemohon?” “Berapa lama Anda mengenalnya?” “Siapa nama lengkap pemohon?”
“Apa benar nama pemohon, ini?”. Malah saksi tidak diberikan izin untuk
menerangkan apa yang sebenarnya terjadi terhadap Akta gw. Saksi hanya
diperbolehkan menjawab singkat pertanyaan yang diberikan Hakim. Prosesnya ga
lama. Yang lama nyari ruangan sidang yang bisa dipake. Paniteranya bertugas
mengintip satu-satu ruangan sidang. Kalo dipake semua, yah kita tunggu sampai
selesai, hahaha. Pembacaan hasil sidang juga gitu-gitu aja sih. Ga ada yang spesial.
Poin yang perlu
diperhatikan—BIAYA
- Biaya perkara sidang Rp 196.000.
- Leges 1 dokumen Rp 6.000. Gw bawa 7 dokumen, jadi Rp 42.000.
- Biaya fotokopi, bahasa kerennya salinan, 3 rangkap
(itungannya gw lupa), jadi Rp 60.000.
- *Biaya belum termasuk transport dan parkir.
Alamat Pengadilan Negeri Depok:
Komplek Perkantoran Kota Depok
Jalan Boulevard No. 7, Grand Depok City, Depok
Telp. 021-77829167
Lokasinya di tengah antara Kejaksaan dan Kantor Imigrasi
Jangan sampai ketuker yah, soalnya banyak yang nyasar dan
sulit membedakan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama